TIMES BOYOLALI, MALANG – Woo Hoo, startup mainan edukatif lokal yang baru diluncurkan pada awal tahun ini, hadir untuk mengisi kekosongan pasar mainan Montessori di Kota Malang dan sekitarnya.
Adalah Cindy dan Adi, owner startup kreatif ini. Mereka mengusung konsep Montessori sebagai dasar pengembangan produk yang tidak hanya menyenangkan, tetapi juga mendidik anak.
“Jadi basic-nya itu kan dari Montessori. Nah kami berdua ini melihat kalau dari pasarnya Malang sama Indonesia, mainan Montessori belum terlalu banyak di pasaran, jadi ya kita masuk untuk memasarkan," ujarnya.
Produk-produk Woo Hoo dibuat secara eksklusif di wilayah Tlogomas, Kota Malang dengan melibatkan perajin lokal yang ahli dalam pengolahan kayu. “Asli Malang kalau ini, lokal juga Malang,” ujar Adi dan Cindy.
Dengan produk ini, keduanya menegaskan komitmen mereka untuk mendukung ekonomi lokal dan melestarikan keterampilan tradisional. Proses produksi dilakukan dengan cermat menggunakan bahan baku utama berupa kayu pinus dan plywood berkualitas tinggi ,
Meski menghadapi tantangan mencari bahan baku dengan standar tinggi, tim Woo Hoo bertekad mendapatkan material premium melalui supplier offline supaya hasilnya bisa memuaskan dan lebih paham bagaimana teksturnya.
Edukatif, estetik, dan eco-friendly - Woo Hoo hadirkan pengalaman bermain dan belajar yang nggak cuma seru tapi juga mendukung tumbuh kembang anak dengan cara alami (Foto: Claresta Faustina Fedora/TIMES Indonesia)
Produk utama Woo Hoo ditujukan untuk anak usia 2 sampai 6 tahun, dengan rencana pengembangan mainan untuk anak yang usianya lebih besar ke depan.
Woo Hoo menawarkan berbagai produk inovatif, seperti Duckling Lamp Box, Coloring Figurine, What Shape It Is?, Animals Do Have Names, Eeny Money Moe, Pom Pom Color Sorting, Numbers atau Veggies Puzzle, Tic Tac Toe, Wooden Camera dan lain-lain.
Wooden toys dan aktivitas berbasis plywood tersebut ditawarkan dengan harga antara Rp50.000 hingga Rp200.000.
“Untuk sementara untuk design custom masih sesuai PL, kak. Kecuali request item yang baru, baru harganya kita hitung lagi,” ujar Cindy, menambahkan bahwa fleksibilitas harga diharapkan bisa merambah lebih banyak konsumen yang mencari mainan edukatif berkualitas dengan harga terjangkau.
Meskipun saat ini penjualan Woo Hoo hanya dilakukan secara online, respons pasar sudah menunjukkan prospek positif meskipun baru dirintis awal 2025.
“Untuk omsetnya sementara ya belum terlalu besar karena, UMKM karena baru mulai juga. Tapi progresnya cukup baik lah ya,” ujar Adi.
Selain melalui platform digital, mereka juga berencana mengikuti pameran produk anak seperti di Banana Kids Club atau Fitkiddo untuk memberikan kesempatan kepada konsumen melihat langsung produk serta ingin memasarkan seperti di playground lainnya .
Nama Woo Hoo sendiri diambil dari singkatan Wood for Household, yang disederhanakan agar terdengar lebih fun dan catchy bagi anak-anak.
“Woo Hoo ini awalnya sih lebih kayak Wood for Household gitu ya, tapi dibikin lebih fun aja, lebih catchy untuk anak-anak juga. Wuhu gitu, kesannya kayak lebih fun aja gitu kak,” ujar Cindy sambil tersenyum.
Ke depan nya Cindy dan Adi berencana memperluas penjualan dengan membuka toko fisik, meskipun saat ini fokus utama tetap pada penjualan online sebagai strategi awal pengembangan usaha.
Dengan dedikasi tinggi dalam menghadirkan mainan yang menghibur dan mendidik, Woo Hoo diharapkan menjadi solusi bagi orang tua yang mencari produk berkualitas untuk mendukung tumbuh kembang anak.
Inovasi ini tidak hanya memberikan nilai edukatif melalui konsep Montessori, tetapi juga turut berperan dalam pelestarian keterampilan tradisional dan pengembangan ekonomi lokal di Malang.
Respons positif pasar dan strategi pemasaran yang agresif melalui penjualan online serta partisipasi dalam pameran produk anak menunjukkan prospek yang cerah bagi startup ini di masa depan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Cerdas Bergembira Bareng Woo Hoo, Mainan Edukatif Lokal dari Malang
Pewarta | : Claresta Faustina Fedora (Magang MBKM) |
Editor | : Ronny Wicaksono |