TIMES BOYOLALI, BOGOR – Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Prof Dr Ir Bambang Hero Saharjo, MAgr, menegaskan bahwa temuan tumpukan kayu gelondongan di lokasi bencana longsor dan banjir bandang di Sumatera tidak dapat dijelaskan sebagai material alami semata. Menurutnya, keberadaan kayu berukuran besar tersebut mengindikasikan adanya aktivitas manusia, khususnya gangguan terhadap vegetasi hutan.
Dalam keterangan resmi yang diterima dari IPB University, Kota Bogor, Jumat (5/12/2025), Prof Bambang yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Studi Bencana IPB University mengungkap bahwa pola temuan kayu tersebut mirip dengan kasus yang pernah ia tangani beberapa tahun lalu di kawasan lindung Sumatra Utara.
Hutan Sehat Mampu Menahan Laju Air
Prof Bambang menjelaskan bahwa hutan yang masih sehat memiliki struktur tajuk yang rapat, bertingkat, dan saling menutupi. Struktur inilah yang berfungsi sebagai sistem penahan air hujan sehingga aliran ke permukaan dapat dikendalikan.
“Walaupun ada air, dia tidak langsung ke permukaan. Dia jatuh di tajuk, pecah, kemudian sebagian mengalir melalui batang atau stem flow,” ujar Prof Bambang.
Selain itu, keberadaan tumbuhan bawah, serasah, serta akar pohon memainkan peran penting dalam menjaga penyerapan air dan kestabilan tanah. Lapisan vegetasi yang berjenjang, mulai dari tajuk atas hingga vegetasi bawah, merupakan sistem alami yang diciptakan untuk menjaga keseimbangan ekosistem.
“Tuhan menciptakan ini tentu saja untuk kebaikan manusia dan lingkungannya,” imbuhnya.
Tumbangnya Pohon Alami Tidak Menjadi Ancaman
Prof Bambang menekankan bahwa dalam kondisi alami, tumbangnya satu atau dua pohon bukanlah ancaman bagi ekosistem hutan.
“Pohon ini, kalaupun tumbang, itu tidak banyak. Paling hanya satu atau dua, dan itu alami,” jelasnya.
Akar pohon tua yang kuat membuat hutan tetap stabil. Ketika ada pohon tumbang, ruang kosong tersebut akan segera terisi oleh regenerasi spesies baru sehingga keseimbangan tetap terjaga.
Pembalakan Liar Hilangkan Fungsi Tajuk
Masalah serius, kata Prof Bambang, muncul ketika pembalakan liar memasuki kawasan hutan. Gangguan pada vegetasi mengakibatkan terbukanya celah antar-tajuk, sehingga air hujan jatuh langsung ke permukaan tanah tanpa proses pemecahan alami.
“Pada kondisi seperti ini, ketika pembalakan liar masuk, maka celah antara tajuk semakin terbuka,” tuturnya.
Ketika fungsi tajuk hilang, erosi berlangsung lebih cepat. Tanah menjadi labil dan risiko longsor meningkat tajam. Hal ini juga menjelaskan mengapa kayu gelondongan dalam jumlah besar ditemukan pascak bencana.
“Kayu-kayu besar yang ditemukan pasca-bencana merupakan konsekuensi dari kerusakan lapisan-lapisan vegetasi akibat aktivitas manusia,” kata Prof Bambang. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Guru Besar IPB: Banjir Sumatera Disebabkan Aktivitas Manusia
| Pewarta | : Antara |
| Editor | : Ferry Agusta Satrio |